Daftar Isi

MALAM 1 SURO MISTIS BAGI ORANG JAWA

Merdeka.com - Pergantian tahun biasanya sangat identik dengan gegap-gempita perayaan. Terompet dan kembang api adalah dua benda yang menjadi simbol perayaan tahun baru.

Tapi berbeda halnya dengan tahun baru Hijriah yang jatuh tiap 1 Muharam bagi umat Islam atau biasa disebut satu suro bagi masyarakat Jawa.

Bagi kaum muslim, pergantian tahun hijriyah biasanya diisi dengan pengajian dan tasyakuran atau doa bersama. Kaum muslim menjadikan momentum tahun baru hijriah tersebut sebagai bahan kontemplasi bersama untuk mengingat peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad beserta pengikutnya meninggalkan tanah kelahirannya di Mekkah menuju Madinah untuk menghindari gangguan kaum Qurais yang sangat benci pada Muhammad lantaran membawa ajaran baru yaitu Islam.

Secara etimologis, hijriah sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu hijrah yang artinya pergi meninggalkan. Rombongan Nabi Muhammad yang pergi itu kemudian disebut sebagai kaum Muhajirin atau orang-orang yang pergi meninggalkan tanah kelahirannya.

Kaum muhajirin tersebut kemudian mendapat pertolongan oleh penduduk Madinah yang disebut sebagai kaum Ansor atau kaum yang menolong orang-orang Muhajirin. Peristiwa hijrah tersebut dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad menjadi titik tolak yang yang sangat penting untuk kejayaan Islam.

Sebab, sejak peristiwa itu Nabi Muhammad dapat menghimpun kekuatan yang solid untuk melawan melawan kaum Qurais dan merebut Mekkah atau yang biasa disebut dengan Fathul Mekkah (penaklukan Mekkah) dengan damai tanpa ada peperangan.

Karena menjadi titik tolak yang penting, maka peristiwa hijrah tersebut dijadikan landasan sekaligus penanda dalam pembentukan kalender Islam di masa Khalifah Umar bin Khattab. Kalender hijriah sendiri memiliki 12 bulan sama halnya dengan kalender Masehi dan bulan Muharam adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam tersebut.

Atas dasar sejarah itu, setiap tahun kaum muslim memperingati pergantian tahun hijriah yang diisi dengan doa bersama (doa akhir tahun) dan pengajian agar dapat mengambil nilai-nilai perjuangan di balik peristiwa hijrah sekaligus berharap untuk dapat memperoleh kejayaan dan keselamatan di tahun-tahun berikutnya.

Bagi masyarakat muslim Jawa memperingati satu Muharam atau biasa mereka sebut satu suro juga dengan jalan tirakat. Bahkan di masyarakat kejawen, sebagian dari mereka melakukan ritual semedi atau bertapa di tempat yang dianggap sakral seperti gunung dan tepi laut.

Selain itu, bagi masyarakat Jawa malam satu suro juga diisi dengan ritual memandikan benda pusaka seperti keris, tombak dan batu akik yang diyakini memiliki kekuatan gaib sehingga ritual tersebut sangat terkesan mistis.

Secara historis, masyarakat Jawa telah mengenal ritual malam satu suro sejak masa pemerintahan Sultan Agung, raja Mataram Islam yang memadukan antara kalender Saka dan hijriyah. Bagi masyarakat Jawa, bulan suro sebagai awal tahun Jawa dianggap sebagai bulan yang sakral sehingga dianggap tepat untuk melakukan renungan dengan jalan lelaku atau mengendalikan hawa nafsu untuk mendekatkan diri pada Tuhan

No comments:

Post a Comment

CEBONG IRENG Site by Cebongireng CORP | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.